Jumat, 27 Maret 2015

Tuberkulosis? “Si Kecil” yang Mengancam!

Artikel Ulasan. Jakarta, 26/03/ 2015.

Tuberkulosis atau yang lebih dikenal dengan singkatan TB, masih menjadi masalah kesehatan yang patut diwaspadai karena perkembangannya yang semakin mengkhawatirkan baik di dunia berkembang maupun di sebagian negara maju. Sejak tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini disebabkan karena situasi TB di dunia yang semakin memburuk dimana julah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan.
Berdasarkan laporan WHO, secara global terdapat peningkatan kasus TB dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 didapatkan kasus TB sebanyak 8,3 juta penderita, sedangkan pada tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup tinggi dimana didapatkan sebanyak 9,27 juta kasus baru ( 139 per 100.000 penduduk ) dan angka mortalitas sebesar 19,7 per 100.000 penduduk. Kasus TB terbanyak didapatkan di benua Asia ( 55 % ) dan Afrika ( 31 % ). Indonesia sebagai negara berkembang menempati peringkat ketiga setelah India dan China dalam jumlah kasus TB. Jumlah kasus TB sepanjang tahun 2007 diperkirakan sebesar 232.358 orang. Kasus TB paru BTA positif pada tahun 2007 sebesar 160.617 kasus dengan angka penemuan penderita (Case Detection Rate/CDR) sebesar 69,12 %. Pencapaian ini hampir mendekati global target yaitu 70 %. Sementara itu angka insiden kasus baru BTA (+) mengalami kecenderungan penurunan kasus selama kurun waktu 2000 2006 dari 126 per 100.000 penduduk menjadi 104 per 100.000 penduduk. Penurunan ini tidak terlepas dari adanya pengendalian penyakit TB.
Timbulnya kasus resistensi terhadap obat anti tuberkulosis terutama terjadinya kekebalan ganda (Multi Drug Resistance = MDR) bakteri TB semakin menjadi masalah serius. Berdasarkan laporan WHO diperkirakan selama tahun 2007 didapatkan kasus TB MDR sekitar 0,5 juta kasus. Kasus TB MDR terbanyak didapatkan di India ( 131.000 ), China (112.000 ), Rusia ( 43.000 ), Afrika selatan ( 16.000 ) dan Bangladesh ( 15.000 ). Kasus TB MDR ini bersifat mematikan, sangat infeksius dan sukar disembuhkan. Pengobatan terhadap kasus TB MDR sangat komplek dimana membutuhkan waktu yang lama, biaya besar dan pengawasan yang ketat. Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi kasus TB yang sulit ditangani. Keterlambatan dalam mengenali adanya resitensi terhadap obat anti tuberkulosis menyebabkan terlambatnya pemberian terapi yang efektif, memperbesar kemungkinan penularan kuman yang resisten terhadap obat dan meningkatkan
resiko kematian pada penderita TB dengan resistensi obat anti tuberkulosis.
Terjadinya resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat anti tuberkulosis biasanya meliputi beberapa jenis obat yang termasuk dalam “first line drugs yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Penyebab utama timbulnya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis adalah pengobatan yang tidak adekuat dimana pemakaian obat anti tuberkulosis yang tidak sesuai dengan aturannya baik dari segi dosis, cara pemakaian maupun lamanya pemakaian obat yang akan menyebabkan berkembangnya bakteri yang resisten. Namun, resistensi terhadap bakteri M. tuberculosis juga dapat terjadi secara langsung yaitu jika penderita tertular oleh bakteri M. tuberculosis yang telah resisten dari penderita TB yang lain.
Resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terjadi karena terdapatnya mutasi pada bakteri M. tuberculosis. Mutasi ini terjadi karena pengaruh obat yang tidak adekuat membunuh seluruh bakteri M. Tuberculosis, sehingga bakteri yang bertahan hidup dapat mengalami mutasi. Bahkan bakteri yang telah mengalami mutasi ini menjadi semakin virulen. Mutasi ini terjadi pada tingkat gen yang akan mengkode enzim yang sebelumnya merupakan target OAT, sehingga dengan terjadinya mutasi ini maka obat anti tuberkulosis tidak dapat mengganggu kerja enzim dari bakteri M. Tuberculosis.

Tepat pada hari Selasa, tanggal 24 Maret merupakan hari peringatan penyakit tuberkulosis sedunia (World Tuberculosis Day). Oleh karena itu, mari perhatikan orang-orang disekitar kita, apabila terjadi indikasi seperti batuk-batuk berdahak atau tubuh panas dan berkeringat di malam hari dalam jangka waktu yang cukup lama, harap segera di periksakan ke dokter dan cek laboratorium, karena TB terkadang dianggap penyakit yang sepele karena gejalanya yang tidak terasa oleh penderita. Untuk menghindari resistensi atau TB MDR juga perhatikan keluarga yang sedang menjalani terapi TB, agar diingatkan untuk meminum obat secara teratur. Kalau bukan kita siapa lagi?

0 komentar:

Posting Komentar