Artikel Ulasan.
Jakarta, 26/03/ 2015.
Tuberkulosis atau yang
lebih dikenal dengan singkatan TB, masih menjadi masalah kesehatan yang patut
diwaspadai karena perkembangannya yang semakin mengkhawatirkan baik di dunia
berkembang maupun di sebagian negara maju. Sejak tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global
emergency). Hal ini disebabkan karena situasi TB di dunia yang semakin
memburuk dimana julah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil
disembuhkan.
Berdasarkan
laporan WHO, secara global terdapat peningkatan kasus TB dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2000 didapatkan kasus TB sebanyak 8,3 juta penderita, sedangkan pada tahun
2007 terjadi peningkatan yang cukup tinggi dimana didapatkan sebanyak 9,27 juta
kasus baru ( 139 per 100.000 penduduk ) dan angka mortalitas sebesar 19,7 per
100.000 penduduk. Kasus TB terbanyak didapatkan di benua Asia ( 55 % ) dan
Afrika ( 31 % ). Indonesia sebagai negara berkembang menempati peringkat ketiga
setelah India dan China dalam jumlah kasus TB. Jumlah kasus TB sepanjang tahun
2007 diperkirakan sebesar 232.358 orang. Kasus TB paru BTA positif pada tahun
2007 sebesar 160.617 kasus dengan angka penemuan penderita (Case Detection Rate/CDR) sebesar 69,12
%. Pencapaian ini hampir mendekati global target yaitu 70 %. Sementara itu
angka insiden kasus baru BTA (+) mengalami kecenderungan penurunan kasus selama
kurun waktu 2000 – 2006 dari 126 per 100.000
penduduk menjadi 104 per 100.000 penduduk. Penurunan ini tidak terlepas dari adanya
pengendalian penyakit TB.
Timbulnya
kasus resistensi terhadap obat anti tuberkulosis terutama terjadinya kekebalan
ganda (Multi Drug Resistance = MDR) bakteri
TB semakin menjadi masalah serius. Berdasarkan laporan WHO diperkirakan selama
tahun 2007 didapatkan kasus TB MDR sekitar 0,5 juta kasus. Kasus TB MDR
terbanyak didapatkan di India ( 131.000 ), China (112.000 ), Rusia ( 43.000 ),
Afrika selatan ( 16.000 ) dan Bangladesh ( 15.000 ). Kasus TB MDR ini bersifat
mematikan, sangat infeksius dan sukar disembuhkan. Pengobatan terhadap kasus TB
MDR sangat komplek dimana membutuhkan waktu yang lama, biaya besar dan
pengawasan yang ketat. Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi
kasus TB yang sulit ditangani. Keterlambatan dalam mengenali adanya resitensi terhadap
obat anti tuberkulosis menyebabkan terlambatnya pemberian terapi yang efektif, memperbesar
kemungkinan penularan kuman yang resisten terhadap obat dan meningkatkan
resiko kematian pada
penderita TB dengan resistensi obat anti tuberkulosis.
Terjadinya
resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat anti tuberkulosis biasanya meliputi beberapa jenis obat
yang termasuk dalam “first line drugs” yaitu INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol. Penyebab utama timbulnya resistensi terhadap obat
anti tuberkulosis adalah pengobatan yang tidak adekuat dimana pemakaian obat anti
tuberkulosis yang tidak sesuai dengan aturannya baik dari segi dosis, cara
pemakaian maupun lamanya pemakaian obat yang akan menyebabkan berkembangnya
bakteri yang resisten. Namun, resistensi terhadap bakteri M. tuberculosis juga dapat terjadi secara langsung yaitu jika
penderita tertular oleh bakteri M.
tuberculosis yang telah resisten dari penderita TB yang lain.
Resistensi
bakteri M. tuberculosis terhadap obat
anti tuberkulosis (OAT) terjadi karena terdapatnya mutasi pada bakteri M. tuberculosis. Mutasi ini terjadi
karena pengaruh obat yang tidak adekuat membunuh seluruh bakteri M. Tuberculosis, sehingga bakteri yang
bertahan hidup dapat mengalami mutasi. Bahkan bakteri yang telah mengalami
mutasi ini menjadi semakin virulen. Mutasi ini terjadi pada tingkat gen yang akan
mengkode enzim yang sebelumnya merupakan target OAT, sehingga dengan terjadinya
mutasi ini maka obat anti tuberkulosis tidak dapat mengganggu kerja enzim dari bakteri
M. Tuberculosis.
Tepat
pada hari Selasa, tanggal 24 Maret merupakan hari peringatan penyakit
tuberkulosis sedunia (World Tuberculosis
Day). Oleh karena itu, mari perhatikan orang-orang disekitar kita, apabila
terjadi indikasi seperti batuk-batuk berdahak atau tubuh panas dan berkeringat
di malam hari dalam jangka waktu yang cukup lama, harap segera di periksakan ke
dokter dan cek laboratorium, karena TB terkadang dianggap penyakit yang sepele
karena gejalanya yang tidak terasa oleh penderita. Untuk menghindari resistensi
atau TB MDR juga perhatikan keluarga yang sedang menjalani terapi TB, agar
diingatkan untuk meminum obat secara teratur. Kalau bukan kita siapa lagi?
0 komentar:
Posting Komentar