Sabtu, 07 Maret 2015

Industri Farmasi Menghadapi AFTA? Siapa takut!

Apa itu AFTA? ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang sebentar lagi akan terlaksana. AFTA menghapuskan batas-batas Negara ASEAN dalam kegiatan perekonomian. Tujuan terbentuknya AFTA adalah ingin menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade). Pada dasarnya AFTA ini merupakan wadah bagi Negara ASEAN dalam mempersiapkan diri menghadapi persaingan pasar di dunia.
Indonesia merupakan salah satu sasaran utama dalam diberlakukannya AFTA. Tentunya Indonesia memelukan strategi khusus yang harus diterapkan agar nantinya Indonesia tidak hanya menjadi pasar dari negara-negara lain tapi juga bisa menjadi pengekspor produk-produk yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar bebas tersebut. Indonesia didukung berbagai sumber daya dan aset yang memadai, yaitu sumber daya alam yang melimpah, sektor industri, wilayah negara yang luas dan juga wilayah perairan yang sangat kaya. Namun kelemahannya Indonesia belum memiliki tata kelola asset dan sumber daya yang baik. Jika ingin menjadi pemain dalam AFTA segala aset tersebut harus dikelola dengan baik agar nantinya bisa mensejahterakan Indonesia. Apabila Indonesia tidak memiliki strategi yang baik dalam menghadapi AFTA yang sebentar lagi akan berlaku ini, dikhawatirkan Indonesia akan menjadi budak di negeri sendiri dan penjajahan modern pun akan menimpa Indonesia karena SDM-nya yang tidakmampu bersaing dengan SDM asing.
Lalu apa hubungannya AFTA dan Industri farmasi, mari kita kupas satu per satu. Industri Farmasi merupakan salah satu asset bisnis perindustrian bangsa Indonesia. Berdasarkan data dari IAI (IkatanApoteker Indonesia), Indonesia memiliki sekitar 243 industri farmasi penghasil obat-obatan yang sebagian besar berada di Pulau Jawa. Industri farmasi Indonesia sangat berperan aktif dalam menjaga kesehatan bangsa Indonesia. Harga obat-obatan yang beredar di Indonesia di tentukan oleh mereka namun tetap dalam pengawasan dan diatur dalam undang-undang pemerintah. Secara langsung dan pasti, Industri Farmasi di Indonesia akan bersaing juga dengan Industri farmasi di negara lain. Dalam menghadapi AFTA, industri farmasi Indonesia harus mempersiapkan beberapa hal untuk bisa bersaing dengan Negara asing. Hal pertama yang harus dipersiapkan oleh industry farmasi tentunya adalah sumber daya manusia (SDM). Di industri farmasi pun para SDM-nya harus memiliki kompetensi unggul, sehingga mereka bisa mengelola perusahaan dengan baik. Arti  kompetensi disini adalah SDM yaitu mampu berkomunikasi secara verbal, kolaborasi atau kerjasama, profesional di bidangnya, mampu menulis dengan baik, serta memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah. Apabila SDM-nya baik dan bisa bersaing dengan industri farmasi asing maka industri itupun akan tetap stabil dalam pasar. Dalam menghadapi AFTA ini maka para SDM-nya harus mampu menyelaraskan kompetensi dan peluang yang ada dalam persaingan bebas skala ASEAN ini dan memiliki etos kerja yang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam setiap kesulitan dan tantangan saat AFTA nantinya. Ini dimaksudkan agar eksistensi obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia tetap terjaga kualitas mutunya dan tidak kalah daya saingnya oleh eksistensi obat-obatan dari negara lain.
Hal kedua yang harus dipersiapkan oleh industry farmasi Indonesia adalah diturunkannya jumlah impor bahan baku. Berdasarkan fakta, industri farmasi Indonesia masih mengimpor bahan bakunya dari negara lain sebesar 95%. Negara pengimpor bahan baku tersebut antara lain Tiongkok, India, dan Eropa. Tingginya tingkat impor bahan baku untuk pembuatan obat merupakan suatu masalah serius apabila industri farmasi belum bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka bisa saja nantinya harga obat buatan industri farmasi Indonesia menjadi sangat mahal karena pemasok bahan baku bisa menaikan harga sesuai keinginan negara pengimpor sedangkan dengan diberlakukannya AFTA, negara pengimpor tersebut bisa  dengan bebas memanipulasi  harga penjualan obat-obatan yang mereka produksi secara mandiri. Bila harga obat impor lebih murah dibandingkan harga obat buatan farmasi Indonesia, maka dipastikan bangsa Indonesia akan lebih memilih obat dari negara lain dan bila hal ini terjadi, lama-kelamaan produk industri farmasi Indonesia kemungkinan akan kehilangan pasar di negeri sendiri. Pangsa pasar industry farmasi Indonesia pun tidak lagi dilirik sebagai suatu peluang bisnis yang baik dalam persaingan pasar bebas ASEAN.
Untuk menghindari hal ini, maka perlu didirikan industri khusus bahan baku obat yang menyediakan bahan baku untuk industri farmasi di Indonesia. Atau dengan meminimalkan kegiatan impor  bahan baku di kalangan industry farmasi. Minimnya perusahaaan bahan baku di Indonesia adalah karena biaya produksi lebih tinggi dari harga penjualan dan bahan baku impor memiliki harga yang lebih terjangkau. Jika industri farmasi Indonesia ingin mandiri dan menurunkan angka impor bahan baku maka dibutuhkan kerja sama antar industri farmasi atau industri kimia. Kemandirian ini tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dibidang upaya pelayanan kesehatan yang memadai. Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia pada obat-obatan hasil produksi dalam negeri yang berkualitas dan harganya pun lebih terjangkau menciptakan sinergi yang baik dalam bidang pelayanan kesehatan Indonesia kelak.

Hal terakhir yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi AFTA adalah adanya kepercayaan bangsa Indonesia terhadap obat-obatan buatan Indonesia. Kepercayaan dalam menggunakan obat-obatan buatan Indonesia merupakan hal yang penting. Pemerintah pun perlu menjamin rasa aman konsumen dalam hal ini masyarakat sebagai sasaran pelayanan kesehatan. Karena pada dasarnya, industri farmasi harus memiliki pasar di negaranya sendiri. Apabila pangsa pasar industry farmasi baik dan stabil, maka tidak diragukan lagi bila bangsa lain pun akan melirik dan alih-alih menggunakan obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia. Selain itu, harus ada kerjasama dan sinergitas antara industry farmasi Indonesia dengan dokter di  Indonesia dalam menentukan obat-obatan yang akan diresepkan agar mempertimbangkan hasil produksi industri farmasi Indonesia. Kerjasama yang professional antara dokter dengan industri farmasi di Indonesia tentunya harus dibangun sejak saat ini untuk menciptakan upaya pelayanan masyarakat yang semakin berkembang menuju arah pelayanan kesehatan yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar