Apa itu
AFTA? ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN
untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang sebentar lagi akan terlaksana. AFTA menghapuskan
batas-batas Negara ASEAN dalam kegiatan perekonomian. Tujuan terbentuknya AFTA
adalah ingin menjadikan kawasan
ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki
daya saing kuat di pasar global, menarik lebih banyak Foreign Direct
Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN
(intra-ASEAN Trade).
Pada dasarnya AFTA ini merupakan wadah
bagi Negara ASEAN dalam mempersiapkan diri menghadapi persaingan pasar di dunia.
Indonesia merupakan
salah satu sasaran utama dalam diberlakukannya
AFTA. Tentunya Indonesia memelukan
strategi khusus yang harus diterapkan agar nantinya Indonesia tidak hanya
menjadi pasar dari negara-negara lain tapi juga bisa menjadi pengekspor
produk-produk yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar bebas tersebut.
Indonesia didukung berbagai sumber daya
dan aset
yang memadai, yaitu sumber daya alam yang melimpah,
sektor industri, wilayah negara yang luas dan juga wilayah perairan yang sangat kaya. Namun kelemahannya
Indonesia belum memiliki tata kelola asset dan sumber daya yang baik. Jika ingin
menjadi pemain dalam AFTA segala aset tersebut
harus dikelola dengan baik agar nantinya bisa mensejahterakan Indonesia. Apabila Indonesia tidak
memiliki strategi yang baik dalam
menghadapi AFTA yang sebentar lagi
akan berlaku ini, dikhawatirkan Indonesia akan menjadi budak di negeri
sendiri dan penjajahan modern pun akan menimpa Indonesia
karena SDM-nya yang tidakmampu bersaing dengan SDM asing.
Lalu apa hubungannya
AFTA dan Industri farmasi, mari kita kupas satu per satu. Industri Farmasi merupakan
salah satu asset bisnis perindustrian bangsa Indonesia. Berdasarkan data dari
IAI (IkatanApoteker Indonesia), Indonesia memiliki sekitar
243 industri farmasi penghasil obat-obatan yang sebagian besar berada di Pulau Jawa. Industri farmasi
Indonesia sangat berperan aktif dalam
menjaga kesehatan bangsa Indonesia. Harga obat-obatan yang beredar di Indonesia
di tentukan oleh mereka namun tetap dalam pengawasan dan diatur dalam
undang-undang pemerintah. Secara langsung dan pasti,
Industri Farmasi di Indonesia akan bersaing juga dengan Industri farmasi di
negara lain. Dalam menghadapi AFTA, industri farmasi Indonesia harus mempersiapkan beberapa hal untuk bisa bersaing dengan
Negara asing. Hal pertama yang harus dipersiapkan oleh industry farmasi tentunya
adalah sumber daya manusia (SDM). Di industri farmasi pun
para SDM-nya harus memiliki kompetensi unggul, sehingga mereka bisa mengelola perusahaan
dengan baik. Arti kompetensi disini adalah SDM yaitu
mampu berkomunikasi secara
verbal, kolaborasi atau kerjasama, profesional di bidangnya, mampu menulis
dengan baik, serta memiliki kemampuan
untuk memecahkan masalah. Apabila
SDM-nya baik dan bisa bersaing dengan industri farmasi asing maka industri
itupun akan tetap stabil dalam pasar.
Dalam menghadapi AFTA ini maka para SDM-nya harus mampu menyelaraskan kompetensi dan peluang yang ada dalam
persaingan bebas skala ASEAN ini dan memiliki etos kerja yang tinggi dan tidak
mudah menyerah dalam setiap kesulitan dan tantangan saat AFTA
nantinya. Ini
dimaksudkan agar eksistensi obat-obatan buatan industri
farmasi Indonesia tetap terjaga kualitas
mutunya dan tidak kalah daya saingnya
oleh eksistensi obat-obatan dari negara lain.
Hal kedua
yang harus dipersiapkan oleh industry farmasi Indonesia adalah diturunkannya jumlah
impor bahan baku. Berdasarkan fakta, industri farmasi
Indonesia masih mengimpor bahan bakunya dari negara lain sebesar 95%. Negara
pengimpor bahan baku tersebut antara lain Tiongkok, India, dan Eropa. Tingginya tingkat impor
bahan baku untuk pembuatan obat merupakan suatu masalah serius apabila industri
farmasi belum bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka
bisa saja nantinya harga obat buatan industri farmasi Indonesia menjadi sangat
mahal karena pemasok bahan baku bisa menaikan harga sesuai keinginan negara
pengimpor sedangkan dengan diberlakukannya
AFTA, negara pengimpor tersebut bisa dengan bebas memanipulasi harga penjualan
obat-obatan yang mereka produksi
secara mandiri. Bila harga
obat impor lebih murah dibandingkan harga obat buatan farmasi Indonesia, maka
dipastikan bangsa Indonesia akan lebih memilih obat dari negara lain dan bila
hal ini terjadi, lama-kelamaan produk industri farmasi Indonesia kemungkinan
akan kehilangan pasar di negeri sendiri. Pangsa
pasar industry farmasi Indonesia pun tidak lagi dilirik sebagai suatu peluang bisnis
yang baik dalam persaingan pasar bebas ASEAN.
Untuk menghindari hal ini, maka perlu didirikan industri khusus
bahan baku obat yang menyediakan bahan baku untuk industri farmasi di
Indonesia. Atau dengan meminimalkan kegiatan
impor bahan baku di kalangan industry farmasi.
Minimnya
perusahaaan bahan baku di Indonesia adalah karena biaya produksi lebih tinggi
dari harga penjualan dan bahan baku impor memiliki harga yang lebih terjangkau. Jika industri farmasi
Indonesia ingin mandiri dan menurunkan angka impor bahan baku maka dibutuhkan kerja sama antar
industri farmasi atau industri kimia. Kemandirian ini tentu saja akan meningkatkan
kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dibidang upaya pelayanan kesehatan yang memadai. Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia pada
obat-obatan hasil produksi dalam negeri yang berkualitas dan harganya pun lebih terjangkau menciptakan
sinergi yang baik dalam bidang pelayanan kesehatan Indonesia kelak.
Hal
terakhir yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi AFTA adalah adanya kepercayaan
bangsa Indonesia terhadap obat-obatan buatan Indonesia. Kepercayaan
dalam menggunakan obat-obatan buatan Indonesia merupakan hal yang penting. Pemerintah pun perlu menjamin rasa aman konsumen dalam
hal ini masyarakat sebagai sasaran pelayanan kesehatan. Karena
pada dasarnya,
industri farmasi harus memiliki pasar
di negaranya sendiri. Apabila pangsa pasar industry farmasi baik dan stabil, maka
tidak diragukan lagi bila bangsa lain pun akan melirik dan alih-alih menggunakan
obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia. Selain itu, harus ada kerjasama dan sinergitas antara industry farmasi
Indonesia dengan dokter di Indonesia
dalam menentukan obat-obatan
yang akan diresepkan agar mempertimbangkan hasil
produksi industri farmasi Indonesia. Kerjasama yang professional antara dokter
dengan industri farmasi di Indonesia tentunya
harus
dibangun sejak saat ini untuk menciptakan upaya pelayanan masyarakat
yang semakin berkembang menuju arah pelayanan kesehatan
yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar