Sabtu, 07 Maret 2015

Mahasiswa Farmasi Indonesia dan Mahasiswa Farmasi Asing

Jika kita berbicara tentang kualitas seorang tenaga kefarmasian dalam ruang lingkup nasional mungkin sudah  sering terdengar di telinga kita, namun bila disinggung tentang tenaga kefarmasian dalam lingkup internasional mungkin sangat luas cakupan pembahasannya. Yang akan kita kupas disini adalah mengenai kualitas antara seorang mahasiswa farmasis di Indonesia dengan mahasiswa farmasi asing.
Apabila dikaitkan dengan dunia internasional maka pada umumnya masalah yang akan langsung muncul di pikiran pertama kali ialah permasalahan bahasa. Bahasa asing atau bahasa internasional seringkali menjadi salah satu kendala mahasiswa untuk berkembang. Sebagian mahasiswa berpikir bahwa mempelajari bahasa bahasa lain seperti bahasaInggris,Jerman, Jepang, dan yang lainnya tidak terlalu berpengaruh pada kelulusan mereka, sehingga mereka cenderung tidak mau mempelajari bahasa-bahasa asing tersebut. Pikiran yang seperti inilah yang akan berakibat fatal bagi para mahasiswa untuk bersaing di dunia internasional, sehingga pada akhirnya mereka hanya berputar pada ruang lingkup nasional saja. Namun tidak semuanya memiliki pemikiran yang seperti itu, ada sebagian yang memperlihatkan etos kerja dan keintelektulan mereka dengan mampu menguasai beberapa bahasa lain. Itu semua karena orang-orang seperti mereka memiliki tekad, semangat dan kegigihan yang tinggi.
Pada dasarnya, mahasiswa farmasi yang di luar negeri dengan mahasiswa farmasi di Indonesia mempelajari ilmu yang sama, hanya kelemahan dari mahasiswa farmasi di Indonesia ada pada kemampuan Informasi dan Teknologi (IT) dan kemampuan berbahasa asing terutama bahasa internasional yakni bahasa Inggris, serta fasilitas atau sarana yang diterima oleh mahasiswa farmasi di Indonesia bisa dibilang jauh tertinggal dari mahasiswa luar negeri. Selain itu mahasiswa di luar negeri lebih menghargai waktu dan memiliki kedisiplinan yang tinggi dibanding mahasiswa di Indonesia. Oleh karena itu, ada tiga hal yang harus dimiliki seorang mahasiswa farmasi Indonesia jika ingin bersaing dengan mahasiswa asing lainnya yakni menghargai waktu dengan disiplin, belajar dan berlatih dengan serius, menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris serta meningkatkan pengetahuan mengenai IT. Jika tiga hal tersebut sudah dimiliki oleh mahasiswa farmasi di Indonesia, alhasil mahasiswa farmasi Indonesia tidak merasa canggung dan dapat dengan mudah bersaing dengan mahasiswa asing .
Selain permasalahan diatas, masalah selanjutnya adalah tentang citra seorang apoteker atau farmasis di mata masyarakat Indonesia. Pandangan sebagian besar masyarakat adalah bahwa profesi apoteker di Indonesia kurang dikenal baik. Hal ini dikarenakan masyarakat hanya mengetahui bahwa apoteker itu adalah seseorang yang bertugas di apotek tanpa tahu apa tugas mereka. Dewasa kini, masyarakat menghubungkan apoteker selalu identik dengan apotek, bahkan masyarakat awam tidak mengetahui bahwa prospek kerja seorang apoteker atau farmasis itu sangatlah luas. Dalam pemikiran mereka apabila mereka pergi berobat maka yang menjadi tokoh utamanya hanyalah seorang dokter, padahal seharusnya apoteker dan dokter saling bersinergi menjadi satu kesatuan dalam mengupayakan pelayanan kesehatan masyarakat. Selain itu, sering terjadi pula dokter yang langsung memberikan obat sendiri kepada pasiennya tanpa berkonsultasi terlebih dahulu kepada apoteker sehingga terkesan tenaga kefarmasian dipandang sebelah mata baik oleh dokter maupun oleh masyarakat atau pasien itu sendiri.
Hal tersebut sangat berbeda jika dibandingkan  dengan Negara lain, terutama di negara-negara maju. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan telah memiliki pencitraan yang sangat tinggi di mata masyarakatnya. Apoteker memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Apoteker bersama dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya menjadi sebuah tim yang saling bekerja sama dalam meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga pandangan terhadap seorang farmasis diluar negeri terkesan lebih tinggi di mata masyarakat karena keprofesionalan mereka dalam upaya pelayanan masyarakat.
Pada saat ini, fokus profesi apoteker telah berganti dari drug oriented (pelayanan obat) menjadi pharmaceutical care (pelayanan pasien). Pada prinsip drug oriented, apoteker cenderung bekerja di balik layar  saja, yakni hanya meracik dan menyuplai sediaan farmasi. Namun, pada prinsip pharmaceutical care, apoteker bukan hanya terfokus kepada obat, namun lebih terarah dalam pemberian pelayanan, informasi, dan kepedulian terhadap pasien. Dengan sistem seperti ini diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal peran apoteker dalam meningkatkan upayapelayanan kesehatan masyarakat.

Seperti yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa masalah seperti kurangnya penguasaan bahasa asing karena mahasiswa yang tidak memahami pentingnya kemajuan informasi dan teknologi, kurang menghargai waktu dalam keprofesian farmasi, serta citra seorang farmasis di mata masyarakat yang tidak berkembang dikarenakan adanya sikap memandang sebelah mata pekerjaan seorang farmasis, masalah lapangan pekerjaan serta ketidak profesionalan ini menjadi tugas besar kita sebagai mahasiswa farmasi yang nantinya akan turun dan mengabdi pada masyarakat. Diharapkan mahasiswa  farmasi dapat membuat suatu perubahan nyata bagi menjadi tenaga tenaga farmasis yang berkompeten dan menjaga keprofesionalan kita sebagai seorang farmasis  masa depan Indonesia. Semua itu perlu dilakukan untuk  merubah  pencitraan seorang farmasis di mata masyarakat menjadi lebih baik dan agar kita dapat bersinergi dengan interprofesi kesehatan lainnya  dalam meciptakan upaya pelayanan kesehatan yang optimal bagi masa depan Indonesia yang lebih baik dan menciptakan daya saing yang baik dan sehat  dengan tenaga kerja farmasi dan  interprofesi kesehatan internasional kelak terlebih dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi unggul di bidang kesehatan.

0 komentar:

Posting Komentar