Pelantikan SA Wilayah

Rakerwil ISMAFARSI Jabodelata

HUT ISMAFARSI KE 59

Perayaan Ulang Tahun ISMAFARSI pada acara Inspiring Class

Cek Kesehatan

World Diabetes Day dan Hari Kesehatan Nasional

Senam Pagi

World Diabetes Day dan Hari Kesehatan Nasional

Pelatihan Pharmapreneurship

Rakerwil ISMAFARSI Jabodelata

Rabu, 11 November 2015

Kampanye Informasi Obat dan World Pharmacist Day

KAMPANYE INFORMASI OBAT
WILAYAH JABODELATA

Memperingati World Pharmacist Day 2015

Mahasiswa Farmasi Indonesia merupakan komponen mahasiswa yang memiliki landasan tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Sebagai wujud nyata dari pendidikan yang diperoleh mahasiswa salah satunya adalah dengan kegiatan pengabdian masyarakat yang berorientasi pada kebermanfaatan ilmu untuk kehidupan bermasyarakat.
Teman - teman Farmasi, Kita sebagai mahasiswa farmasi yang akan menjadi tenaga kesehatan di kemudian hari tentunya memiliki kewajiban untuk menyalurkan ilmu yang kita dapatkan kepada masyarakat luas. Kegiatan pengabdian masyarakat itu sendiri bermacam-macam bentuknya, salah satu di antaranya berupa Kampanye Informasi Obat.
Membicarakan obat tidak lengkap rasanya jika tidak dengan farmasisnya langsung. Program Kampanye Informasi Obat ini merupakan program yang dilaksanakan oleh Mahasiswa dan Mahasiswi Peserta Latihan Kepemimpinan 2 ISMAFARSI-JABODELATA untuk memperingati “World Pharmacist Day” yang jatuh pada tanggal 25 September kemarin. KIO ini dilaksanakan pada tanggal 27 September 2015 dengan rangkaian acara berupa penyampaian materi informasi obat antibiotik “DAGUSIBU” dan materi STOP!!! (Supaya Terhindar Obat Palsu). Selain penyampain materi, KIO ini juga melaksanakan Cek Kesehatan Sederhana yang berupa cek Indeks Massa Tubuh, Tensi Darah, Cek Asam Urat dan Gula Darah serta adanya konsultasi yang dilakukan setelah pengecekan kesehatan oleh mahasiswi dari S1 Farmasi Universitas anggota wilayah JABODELATA.
Kegiatan KIO ini dilaksanakan di daerah Kp.Cilangkap Rt.01 Rw.011 Kelurahan Cilangkap Kecamatan Tapos Depok - Jawa Barat dengan jumlah peserta 93 warga dan panitia berjumlah 88 mahasiswa-mahasiswi dari 9 komisariat JABODELATA. Acara berlangsung sejak pagi hari pukul 08.00 – 14.30 WIB.
KIO, satu hari sejuta moment. Rasa bangga dan syukur kami sebagai mahasiswa farmasi dapat menyalurkan sedikit ilmu kami kepada masyarakat yang berada di daerah terpencil dimana sarana apotek dan kesehatan lainnya jauh serta tergolong sulit dijangkau.
Antusias para warga juga sangat tinggi, terlihat dari keaktifan warga selama acara berlangsung dan canda tawa warga saat melakukan senam DAGUSIBU yang di mentori oleh Staff Ahli PSE JABODELATA Fitria Handayani. Kegiatan ini diakhiri dengan foto bersama para panitia, Tim SA, Korwil dan para teman-teman LEM dari 9 komisariat JABODELATA.


1446346884859.jpg
Dokumentasi registrasi tamu undangan.
1446346888267.jpg
Acara dipandu oleh dua orang MC dari mahasiswi universitas Pakuan.
1446346881031.jpg
Dokumentasi ketika Korwil wilayah JABODELATA menyampaikan sambutannya.
1446346891747.jpg
Dokumentasi ketika Ketua Pelaksana KIO menyampaikan sambutannya.
1446346894250.jpg
Dokumentasi penyampaian materi obat antibiotik “DAGUSIBU” oleh Putri Alifta.
1446346898502.jpg
Dokumentasi pemberian bingkisan kepada penanya terbaik.


Dokumentasi penyampaian materi kedua STOP!!! (Supaya Terhindar Obat Palsu) oleh Ika Kartika.
1446346871419.jpg
Dokumentasi pemeriksaan indeks massa tubuh warga setempat.
Dokumentasi pemeriksaan tensi darah warga setempat.
1446346878021.jpg
Dokumentasi pemeriksaan kadar gula darah dan kadar asam urat warga setempat.


1446346842516.jpg
Dokumentasi konsultasi kesehatan warga setempat.

1446346859032.jpg
Dokumentasi pemberian sembako kepada warga setempat.
Dokumentasi antusias nya warga setempat mengikuti senam DASIBU.
Dokumentasi foto bersama para panitia KIO JABODELATA.



Senin, 31 Agustus 2015

PIMFI 2015

Salam luar biasa Farmasi Indonesia. PIMFI (Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia) merupakan event bergengsi taraf nasional yang diadakan oleh ISMAFARSI setiap tahunnya dengan harapan dapat meningkatkan semangat kompetisi dan juga menjadi ajang silaturahmi mahasiswa farmasi seluruh Indonesia. 
Serangkaian Kegiatan Lomba telah dilaksanakan dan Berikut adalah nama-nama pemenang PIMFI 2015 yang diselenggarakan di Universitas Padjadjaran, Jatinangor, 10-15 Agustus 2015
Lomba Herbarium
  1. Andinda Candra Prasasti, Kevin, Novina Yuniarti – ITB
  2. Valentine laurennia Astrid, Zena Lutfina Oviyanti, Nino Suryaning Kencana – STIF YP Semarang
  3. Yusran, Arini Aprilliani, M. Abdul Latif – Universitas Islam Sultan Agung
LPMFI
  1. Bagus T – ITB
  2. Yuni Fajar – UGM
  3. Rana Kurnia Rahma – UI
MAPRESFI
  1. Emilia Sidharta – Universitas Surabaya
  2. Alya Ghina Aqila – ITB
  3. Hanifa Nuraini – Unpad
PCE
  1. Novalia Rahma – UHAMKA
  2. A. Siti Nur Azizah – Unpad
  3. Mutiara Nurazizah – UI
CSE
  1. Restiara Meiriani – Unpad
  2. Adis Pranaya Yakin – Universitas Sanata Dharma
  3. Putri Endah R. – Universitas Brawijaya
Debat Nasional Kefarmasian
  1. Hana Fathin Shalihah, Andre Ditya Maulana Lubis, Syarifatul Ulya – ITB
  2. Kalonica Kusumawardani, Cindy Fidian Indrastia, Claudia Nelrima Evangelista – UI
  3. Akbar Rozaaq Mugni, Ferry Fadhlillah, Mufudatul Ilmi Kurniawati – Universitas Brawijaya
Selamat kepada para pemenang serta kepada seluruh peserta PIMFI 2015, kalian yang terbaik! Tetap semangat menjadi yang luar biasa!

Rabu, 24 Juni 2015

Essay terbaik LK II : Ayu Sintya Dewi

APOTEKER BUKAN SEKEDAR PENUNGGU APOTEK
Pada masyarakat umumnya peran seorang apoteker tidak begitu diperhatikan. Dalam artian, seorang apoteker  adalah seseorang yang menjual obat atau tukang obat. Memang paradigma yang berkembang dalam masyarakat seorang apoteker adalah tukang obat atau penunggu apotek. Tidak salah dan tidak benar mengenai paradigma yang berkembang karena selama ini faktor minimnya sosialisasi mengenai apa itu farmasi dan dunianya menjadi salah satu kendala yang pasti.
Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009,  Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan, Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. 
Posisi apoteker menjadi sangat fungsional karena ditetapkannya suatu aturan yang menyebutkan  jika di setiap puskesmas harus terdapat minimal seorang apoteker dan di setiap apotek diwajibkan terdapat apoteker yang berada ditempat pada jam operasional yang telah ditentukan.
            Dalam menjalankan tugasnya, apoteker tidak dapat bergerak sendiri. Apoteker bekerja bersama-sama dengan perawat, bidan maupun dokter untuk menyalurkan obat kepada masyarakat yang membutuhkan secara tepat. Perlu kerjasama diantara para pemegang kuasa kesehatan agar paradigma masyarakat sedikit demi sedikit dapat terkikis, dengan tujuan penyalahgunaan obat di Indonesia dapat berkurang.
Maraknya penyalahgunaan obat, asumsi masyarakat yang lebih baik mendiamkan penyakit daripada meminum obat, penggunaan obat keras seenaknya, aturan pemakaian obat yang tidak tepat, meningkatnya swamedikasi yang tidak tepat, penjualan obat-obat terlarang, asumsi masyarakat mengenai obat generik adalah obat murahan dan masih banyak lagi masalah yang dihadapi oleh seorang apoteker maupun bibit-bibit apoteker yang sedang menganyam pendididkan di kursi universitas. Saat ini perlu beberapa langkah konkret untuk mengatasi permasalahan tersebut.
   Ismafarsi adalah organisasi mahasiswa farmasi secara nasional dan memiliki peran vital dalam perkembangan dunia kefarmasian kedepannya. Melalui organisasi ini setidaknya asumsi yang beredar di masyarakat dapat berkurang atau hilang. Perlu penataan ulang mengenai pola pikir masyarakat awam pada umumnya, yaitu dengan penegasan kembali mengenai apa itu obat generik dan paten agar masyarakat tidak memberikan cap jika obat generik adalah obat yang hanya memiliki efek sedikit atau tidak major dalam bahasa sehari-hari masyarakat dan diberikan kepada kalangan menengah ke bawah saja. Selayaknya informasi ini perlu diberikan kepada para pasien yang sedang menebus resep di apotek maupun pasien yang melakukan swamedikasi. Biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pola pikirnya mengenai obat dan cara penggunaannya semakin matang tapi yang perlu digarasbawahi adalah hampir setengah dari penduduk Indonesia adalah masyarakat yang berada pada kelas menengah ke bawah. Disinilah peran apoteker menjadi penting, pasalnya mengubah pola pikir maupun kebiasaan masyarakat yang berada pada kelas ini jauh lebih sulit dengan mengubah pola pikir orang-orang yang berada pada kelas atas. Strata sosial ini yang menjadi tantangan bagi para apoteker.
Pada zaman modern sekarang ini banyak masyarakat yang memilih pengobatan secara swamedikasi daripada mereka memeriksakan diri kepada dokter terlebih dahulu, karena mereka menganggap jenis penyakit yang sama tentunya dapat diatasi oleh obat yang sama pula. Namun, pada prateknya kebanyakan besar masyarakat melakukan swamedikasi untuk penyakit-penyakit yang berat dan perlu pengontrolan seorang dokter. Sebagai contoh seorang penderita hipertensi yang diberikan obat untuk jangka waktu 1 bulan. Ketika pada bulan selanjutnya obat tersebut habis maka perlu dilakukan kontroling terlebih dahulu oleh dokter yang menanganinya barulah pasien tersebut dapat membeli obat yang telah diresepkan.
Selain itu penyalahgunaan obat pun kian marak, ini dibuktikan dengan prediksi BNN bahwa pada tahun 2015 penyalahgunaan narkoba akan mencapai angka 5,1 juta. Angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Golongan narkotika yang seharusnya digunakan untuk kepentingan medis, disalahgunakan karena rendahnya tingkat pengawasan seluruh pihak yang terkait dan lemahnya sistem hukum yang mengatur mengenai persoalan ini di Indonesia.

            Jadi peran seorang apoteker itu sangat luas cakupannya terlepas dari anggapan dia seorang penunggu apotek atau yang lainnya. Perlu peninjauan kembali mengenai cara kerja seorang apoteker di lapangan agar masyarakat awam pun merasa aman untuk mengonsumsi obat-obatan yang beredar. Salah satu poin dari nine stars pharmacist, yaitu care giver (seorang farmasi harus memiliki sikap peduli dan berinteraksi dengan pasien)  perlu dipahami dan diterapkan dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas fungsional serta perlunya sosialisasi kepada masyarakat awam mengenai cara pemakaian obat yang tepat agar tidak terjadi penyalahgunaan dosis. Penegasan kepada para pengecer obat pun dirasa perlu diterapkan agar tidak terjadi penyalahgunaan zat tertentu yang terkandung di dalam obat tersebut. Sebagai contoh kecil penyalahgunaan zat yang sekarang sedang marak adalah penyalahgunaan dextromentorphan HBr yang terkandung dalam beberapa jenis obat paten maupun generik yang dijual bebas di pasaran.

Oleh Ayu Sintya Dewi Universitas Pakuan

Jumat, 12 Juni 2015

Essay terbaik LK II : Deki Ahmad Nugraha

TATAP (TIADA APOTEKER TIDAK ADA PELAYANA)

Oleh : Deki Ahmad Nugraha

Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai pembuat dan peracik obat. Namun kemudian secara bertahap peran ini diambil alih oleh industri farmasi, sehingga pada pertengahan tahun 1960-an muncul suatu praktik baru yang disebut farmasi klinik. Kata “klinik”menunjukkan adanya keterlibatan kepentingan pasien (patient oriented). Konsep ini kemudian pada tahun 1990-an dikenal dengan istilah Pharmaceutical Care. Implementasi Pharmaceutical Care tidak hanya berlaku untuk apoteker yang bekerja di rumah sakit saja tetapi juga bagi apoteker yang bekerja di tempat lain, seperti: apotek, industri farmasi dan institusi lain. Dalam konteks farmasi rumah sakit, pharmaceutical care ditandai dengan kepedulian akan keamanan dan efektifitas obat yang diberikan kepada pasien serta biaya pengobatan yang ekonomis melalui keterlibatan apoteker secara langsung dalam perawatan pasien dari hari ke hari bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain di rumah sakit. Sedangkan di farmasi komunitas, pharmaceutical care diterapkan melalui interaksi langsung apoteker dengan pasien saat mereka berkunjung ke apotek untuk mendapatkan obat.

Tapi dalam kenyataan di lapangan, pandangan masyarakat tentang profesi apoteker masih sangat kurang dan perlu dikaji ulang,. Selama ini masyarakat hanya mengenal apoteker adalah penjual obat atau penjaga apotik yang mungkin menjadi semacam anak buah seorang dokter dalam pelayanan kesehatan. Padahal seharusnya apoteker dan dokter bekerja secara berkesinambungan dengan tugas khusus masing-masing. Khususnya bagi profesi apoteker dalam apotek. Pemerintah telah menerbitkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek melalui Kepmenkes No. 1027 tahun 2004.. Sebenarnya, seorang lulusan farmasi dan lulus pendidikan profesi apoteker dimasyarakat hanya dikenal sebagai profesi yang “bisa dipinjam ijinnya” tanpa ada kejelasan apa sebenarnya tugas pokok pekerjaannya.

ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) menginginkan posisi tawar yang tinggi bagi profesi apoteker di bidang pengabdiannya. Dimulai dengan mengadakan sang apoteker di tempat kerjanya, karena sudah jadi rahasia umum jika apoteker itu suka makan gaji tetapi tidak sebanding dengan apa yang diberikan saat bekerja. Sebenarnya sangat tepat sekali apa yang telah digalakkan ISFI,  No Pharmacist No Service sedikit banyak pasti akan meningkatkan awareness masyarakat terhadap profesi apoteker, dan juga pastinya akan semakin mengasah ilmu yang telah didapat para apoteker sewaktu di bangku kuliah.

Masalahnya, respon terhadap  ISFI itu ternyata banyak yang tidak dihiraukan oleh para apoteker saat ini, apalagi birokrasi di indonesia yang terkesan “Ribet” bagi sebagian apoteker. Terlihat sekali disini tentang hakikat manusia yang menjadikan kita sebagai manusia membuat pekerjaan lebih mudah dengan hasil yang memuaskan. Tata letak permasalahan sebenarnya disini, konsep pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian yang menjadi tugas pokok apoteker untuk masyarakat mulai pudar. Padahal asuhan kefarmasian telah menjadi tugas pokok yang seharusnya apoteker jalankan disetiap detail tugasnya dalam masyarakat.

Kita tak perlu terlalu saklek dalam memahami & menjalankan aturan. Hal yang terpenting adalah tujuan dari aturan itu tercapai. Misalnya, dalam Kepmenkes tersebut jelas diatur bahwa apotek harus menyediakan ruangan khusus yang tertutup untuk konseling tapi apakah harus seperti itu dengan melihat kenyataan mengenai peran apoteker yang dilihat masyarakat? Tentu tidak, karena kita bisa mengatur nada bicara untuk konseling dan menjaga privasi pasien. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Kementrian Kesehatan RI juga telah menerbitkan pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik. Kita tinggal mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah disediakan oleh organisasi maupun pemerintah. Kita tak perlu takut karena tidak siap, karena semua itu bisa dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan. Hal yang terpenting adalah kita mau berbuat baik untuk ikut membenahi kesehatan masyarakat. Dengan dasar yang jelas dan niat yang tulus saya rasa peran farmasi ke depan akan semakin dilihat oleh masyarakat. Banyak hal sepele yang bisa kita lakukan di apotek agar semakin dikenal dan yang paling utama adalah peduli terhadap pasien. Ketika pasien sudah mengenal kita, mereka akan perlahan mengenal juga apa yang bisa kita lakukan untuk mereka. Filosofi profesi farmasi adalah ”Pharmaceutical Care”, yang perlu diterjemahkan ke dalam misi, visi, dan seterusnya. Misi dari praktik farmasi adalah menyediakan obat dan alat-alat kesehatan lain dan memberikan pelayanan yang membantu orang atau masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang benar. Dalam proses pengobatan penyakit berarti tugas farmasis adalah menjamin kualitas obat dan proses penggunaan obat untuk dapat mencapai pengobatan maksimum dan terhindar dari efek samping. “Asuhan kefarmasian” merupakan proses perbaikan yang berkesinambungan dalam proses kolaborasi antara farmasis dan tenaga kesehatan lain dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi optimal bagi pasien. Menghormati hak-hak asasi pasien, menjaga kerahasiaan, melaksanakan kode etik, dan menghargai kemampuan tenaga kesehatan lain yang terlibat merupakan syarat mutlak dalam melaksanakan proses kolaborasi tersebut.

Posisi farmasis menjadi sangat strategis dalam mewujudkan pengobatan rasional bagi masyarakat karena keterlibatannya secara langsung dalam aspek aksesibilitas, ketersediaan, keterjangkauan sampai pada penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain, sehingga dimungkinkan terciptanya keseimbangan antara aspek klinis dan ekonomi berdasarkan kepentingan pasien. Sehingga konsep pharmaceutical care dalam tugas pokok farmasis dapat tercapai dengan baik bagi seluruh lapisan masyarakat.

Oleh Deki Ahmad Nugraha Farmasi UHAMKA


Essay terbaik LK II : Sri Sumartini

URGENSI KONSELING OLEH APOTEKER SEBAGAI PILAR KEPROFESIAN

Ketidakrasionalan penggunaan obat cukup banyak kita temui. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan terapi bahkan komplikasi yang akhirnya berakibat fatal. Maka komunikasi antara apoteker dengan pasien mengenai pemberian informasi obat yang rinci dapat mengatasi permasalahan tersebut, komunikasi ini disebut konseling. Kegiatan konseling sangat essensial dalam praktik pelayanan kefarmasian, yang mana merupakan bagian dari pilar profesi Apoteker. Pada kondisi saat ini, memang beberapa Rumah Sakit dan Apotek ternama juga sudah melaksanakan konseling obat oleh Apoteker, namun lagi-lagi pada Apotek kecil, konseling belum bisa dilaksanakan dengan efektif sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa pasien akan kebingungan dalam menggunakan obat tesebut.

Seorang apoteker sebelum menjalankan praktik profesinya harus mengucapkan sumpah/janji (PP No.20/1962). Dalam menjalankan praktik profesi Apoteker, perlu selalu diingat bahwa terdapat 3 pilar, yaitu 1) ilmu, 2) etika, dan 3) hukum. Menurut Pedoman Kode Etik Apoteker Indonesia tentang Kewajiban Apoteker terhadap Pasien pada Pasal 9, Apoteker mempunyai kewajiban mengutamakan kepentingan pasien. Hal ini berarti pelayanan diorientasikan kepada pasien, salah satunya dengan dilaksanakannya konseling. Rumah Sakit yang sudah melaksanakan konseling yaitu seperti RSUP Fatmawati, Siloam Hospital, dan beberapa RS ternama lainnya. Sedangkan untuk RS kecil, kegiatan konseling obat oleh apoteker seringkali terabaikan atau meskipun  sudah terprogram, keterbatasan Apoteker sebagai SDM yang berkualitas, dan keterbatasan waktu serta keterbatasan fasilitaslah yang menghambat berlangsungnya efektifitas konseling. Tentu saja hal ini amat disayangkan. Padahal Standar Kompetensi Apoteker sudah menjelaskan bahwa Apoteker harus mampu melaksanakan praktik kefarmasian sesuai kode etik dan mampu memberikan informasi mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan. Kemudian lebih lanjut lagi Apoteker harus menjalankan sikap sebagaimana yang terkandung dalam Nine Star of Pharmacist, yang dalam hal ini yakni sebagai care giver dan communicater. Keseluruhan hal tersebut jelaslah merupakan bagian dari pilar atau dasar yang kokoh tentang profesi seorang Apoteker yang mana wajib ditanamkan dalam jati diri Apoteker itu sendiri. Apoteker harus selalu menjunjung tinggi kode etik dalam pelayanan pasien.

Dengan dilaksanakannya konseling, maka akan berdampak positif yaitu meningkatkan eksistensi Apoteker sebagai penyedia informasi obat beserta penggunaan yang baik dan benar. Apoteker juga seharusnya menjalankan konseling sebagai suatu disiplin ilmu, agar pilar keprofesian dapat terealisasikan. Konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Jepson, 1990, Rantucci, 2007). Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan (Schnipper, et al., 2006). Selain itu pasien memperoleh informasi tambahan mengenai penyakitnya yang tidak diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya, atau tidak dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan (Zillich, Sutherland, Kumbera, Carter, 2005; Rantucci, 2007). “Konseling ke Apoteker masih minim dilakukan pasien. Biasanya permohonan konseling hanya dilakukan oleh kalangan  dengan pendidikan tinggi” papar Nufi Gustri Awanto, mahasiswa UGM yang menjadi juara I World Patient Counseling di Thailand. Di negara-negara besar seperti Kanada, masyarakat tahu benar tentang obat yang dikonsumsinya. Konseling ini bahkan tidak hanya dilakukan di apotek atau rumah sakit saja, tetapi juga lewat telepon. Jelaslah bahwa Apoteker sepatutnya membudidayakan konseling di Indonesia demi peningkatan mutu kesehatan. Pada pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan sangat diperlukan peran profesionalisme Apoteker sebagai salah satu pelaksana pelayanan kesehatan. Apoteker bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien dengan menerapkan pengetahuan keterampilan, dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya (Siregar, 2004).

Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan, maka solusi yang saya berikan kepada ISMAFAESI selaku wadah aspirasi mahasiswa Farmasi yaitu sebagai berikut : ISMAFARSI sebaiknya melakukan sosialisasi seperti berupa seminar dan pelatihan tentang  urgensi konseling kepada mahasiswa farmasi dan mengajukan Pharmaceutical Counseling Programme kepada Universitas dengan sistem seleksi tes kemampuan tentang ilmu farmasi. ISMAFARSI sebaiknya mampu mengembangkan program konseling yang sudah ada, misalnya di Rumah Sakit dan Apotek dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, seperti konseling dapat dilakukan via telepon atau skype antara pasien dengan Apoteker. ISMAFARSI sebaiknya mengadakan program evaluasi dan pemantauan konseling oleh Apoteker di Rumah Sakit dan Apotek agar konseling tersebut tetap terlaksana dengan baik. ISMAFARSI sebaiknya mengajukan rencana dan berupaya untuk program pelayanan konseling oleh Apoteker yang dikombinasikan dengan profesi dokter dan perawat kepada instansi agar Pelayanan Kesehatan di Indonesia semakin membaik.


DAFTAR PUSTAKA Denia Pratiwi. 2011. PENGARUH KONSELING OBAT TERHADAP KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG. Diakses dari http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/ARTIKEL4.pdf ISFI. 2009. Kode Etik Apoteker Indonesia. Diakses dari http://www.ikatanapotekerindonesia.net/download/dokumen_iai/Kode%20Etik%20Apoteker%20Indonesia.pdf  Olivia Lewi Pramesti. Konseling Penggunaan Obat Perlu Dibudidayakan. Diakses   dari http://health.kompas.com/read/2011/08/25/16174170/Konseling.Penggunaan.Obat.Perlu.Dibudayakan.

Oleh Sri Sumartini Farmasi UIN Jakarta




Essay terbaik LK II : Arini Wulansari

Pentingnya Keilmuan Farmasi yang Terintegrasi untuk Menunjang Kebutuhan Teknologi Kesehatan yang Dituntut untuk Berkembang


Bidang kefarmasian merupakan bidang yang sangat krusial dalam menunjang kualitas kesehatan masyarakat khususnya Indonesia, di samping peranan keprofesian lain yang terkait seperti dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Kini, lingkup profesi farmasi semakin berkembang, bukan hanya berorientasi pada produk obat-obatan tetapi juga berorientasi kepada pasien seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Peralihan zaman ke era yang semakin modern di mana semakin banyak masyarakat yang mengikuti perkembangan teknologi kesehatan dan inovasi produk yang ada juga meningkatkan konsumsi akan produk-produk obat terutama obat bebas, kosmetik, makanan sehat (health food), dan obat herbal (Sukandar, 2011). Sementara, sasaran dan permasalahan yang dihadapi profesi farmasi yang dinamis menuntut disiplin ilmu yang turut berkembang, semakin masif, sinergis, dan aplikatif dengan permasalahan yang ada.
Calon-calon farmasis yang merupakan lulusan pendidikan tinggi diharapkan telah siap dan mandiri untuk pengabdian profesi dan pengembangan kualitas. Karena diharapkan farmasis memegang dua keahlian dasar pertama yaitu berdasar penelitian (research base learning) dan berdasar sistem pelayanan (care/service base learning) (Sudjaswadi, 2001). Keahlian fundamental yang harus dimiliki seorang farmasis tidaklah bisa didapatkan secara instan, mengandalkan inisiatif autodidak, tetapi memerlukan suatu wadah yang terintegrasi dan dinamis mengikuti kebutuhan zaman, yaitu kebutuhan akan teknologi kesehatan yang dituntut oleh masyarakat, oleh lingkungan, karena sasaran akhir dari profesi seorang farmasis, baik farmasis yang telah terspesialisasi di bidang industri maupun pelayanan, adalah komunitas masyarakat. Tidak hanya zaman yang berkembang, namun kini semakin banyak pula permasalahan yang harus dihadapi farmasis seperti semakin banyak kasus revolusi virus atau bakteri patogen yang meresahkan para ahli. Contohnya adalah munculnya kembali virus ebola yang langsung mewabah, yang ternyata virus ebola tersebut sudah muncul puluhan tahun yang lalu namun para ahli terdahulu tidak melanjutkan pengembangan antivirus terkait sehingga pada masa kini virus tersebut kembali meresahkan dunia kesehatan.

Oleh Arini Wulansari | Fakultas Farmasi UI


Sabtu, 09 Mei 2015

RAKERWIL ISMAFARSI JABODELATA 2014-2016


Rapat Kerja Wilayah ISMAFARSI Jabodelata dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu, 14-15 Februari 2015 dengan Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung yang menjadi tuan rumahnya. Rangkaian acara rakerwil ini yaitu Pelatihan Pharmapreneurship pada hari sabtu pagi di Hotel Nusantara, Bandar Lampung pukul 09.30 sampai selesai.


Pembukaan dan penampilan tarian daerah lampung


Materi pertama dari pelatihan yang bertemakan Memberdayakan Potensi Farmasis Indonesia ini adalah Peluang Farmasis di Era AFTA oleh Drs. Wahyu Hartono, Apt. dan materi yang kedua yaitu Pharmapreneurship oleh Drs. Ade Saptadjie, M.si, Apt.



Pada sabtu malam, dilaksanakan pelantikan Staf Ahli (SA) Wilayah oleh Koordinator Wilayah ISMAFARSI Jabodelata Muhammad Ilham Fauzi.



Agenda dilanjutkan dengan sidang yang membahas program kerja staf ahli wilayah


Pada hari minggu pagi panitia dan peserta rakerwil mengunjungi Pulau Pahawang, Lampung


Senin 16 Februari 2015 Penutupan Rapat Kerja Wilayah ISMAFARSI Jabodelata



Foto bersama panitia dan peserta rakerwil ISMAFARSI Jabodelata