APOTEKER BUKAN
SEKEDAR PENUNGGU APOTEK
Pada
masyarakat umumnya peran seorang apoteker tidak begitu diperhatikan. Dalam artian,
seorang apoteker adalah seseorang yang
menjual obat atau tukang obat. Memang paradigma yang berkembang dalam
masyarakat seorang apoteker adalah tukang obat atau penunggu apotek. Tidak
salah dan tidak benar mengenai paradigma yang berkembang karena selama ini faktor
minimnya sosialisasi mengenai apa itu farmasi dan dunianya menjadi salah satu
kendala yang pasti.
Berdasarkan
PP No. 51 tahun 2009, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan,
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Posisi
apoteker menjadi sangat fungsional karena ditetapkannya suatu aturan yang
menyebutkan jika di setiap puskesmas
harus terdapat minimal seorang apoteker dan di setiap apotek diwajibkan terdapat
apoteker yang berada ditempat pada jam operasional yang telah ditentukan.
Dalam
menjalankan tugasnya, apoteker tidak dapat bergerak sendiri. Apoteker bekerja bersama-sama
dengan perawat, bidan maupun dokter untuk menyalurkan obat kepada masyarakat
yang membutuhkan secara tepat. Perlu kerjasama diantara para pemegang kuasa
kesehatan agar paradigma masyarakat sedikit demi sedikit dapat terkikis, dengan
tujuan penyalahgunaan obat di Indonesia dapat berkurang.
Maraknya
penyalahgunaan obat, asumsi masyarakat yang lebih baik mendiamkan penyakit
daripada meminum obat, penggunaan obat keras seenaknya, aturan pemakaian obat
yang tidak tepat, meningkatnya swamedikasi yang tidak tepat, penjualan
obat-obat terlarang, asumsi masyarakat mengenai obat generik adalah obat
murahan dan masih banyak lagi masalah yang dihadapi oleh seorang apoteker
maupun bibit-bibit apoteker yang sedang menganyam pendididkan di kursi universitas.
Saat ini perlu beberapa langkah konkret untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Ismafarsi
adalah organisasi mahasiswa farmasi secara nasional dan memiliki peran vital
dalam perkembangan dunia kefarmasian kedepannya. Melalui organisasi ini setidaknya
asumsi yang beredar di masyarakat dapat berkurang atau hilang. Perlu penataan
ulang mengenai pola pikir masyarakat awam pada umumnya, yaitu dengan penegasan
kembali mengenai apa itu obat generik dan paten agar masyarakat tidak
memberikan cap jika obat generik adalah obat yang hanya memiliki efek sedikit
atau tidak major dalam bahasa sehari-hari masyarakat dan diberikan kepada
kalangan menengah ke bawah saja. Selayaknya informasi ini perlu diberikan
kepada para pasien yang sedang menebus resep di apotek maupun pasien yang
melakukan swamedikasi. Biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka pola pikirnya mengenai obat dan cara penggunaannya semakin matang tapi
yang perlu digarasbawahi adalah hampir setengah dari penduduk Indonesia adalah
masyarakat yang berada pada kelas menengah ke bawah. Disinilah peran apoteker
menjadi penting, pasalnya mengubah pola pikir maupun kebiasaan masyarakat yang
berada pada kelas ini jauh lebih sulit dengan mengubah pola pikir orang-orang
yang berada pada kelas atas. Strata sosial ini yang menjadi tantangan bagi para
apoteker.
Pada
zaman modern sekarang ini banyak masyarakat yang memilih pengobatan secara
swamedikasi daripada mereka memeriksakan diri kepada dokter terlebih dahulu,
karena mereka menganggap jenis penyakit yang sama tentunya dapat diatasi oleh
obat yang sama pula. Namun, pada prateknya kebanyakan besar masyarakat
melakukan swamedikasi untuk penyakit-penyakit yang berat dan perlu pengontrolan
seorang dokter. Sebagai contoh seorang penderita hipertensi yang diberikan obat
untuk jangka waktu 1 bulan. Ketika pada bulan selanjutnya obat tersebut habis
maka perlu dilakukan kontroling terlebih dahulu oleh dokter yang menanganinya
barulah pasien tersebut dapat membeli obat yang telah diresepkan.
Selain
itu penyalahgunaan obat pun kian marak, ini dibuktikan dengan prediksi BNN
bahwa pada tahun 2015 penyalahgunaan narkoba akan mencapai angka 5,1 juta.
Angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Golongan narkotika
yang seharusnya digunakan untuk kepentingan medis, disalahgunakan karena
rendahnya tingkat pengawasan seluruh pihak yang terkait dan lemahnya sistem
hukum yang mengatur mengenai persoalan ini di Indonesia.
Jadi peran seorang apoteker itu
sangat luas cakupannya terlepas dari anggapan dia seorang penunggu apotek atau
yang lainnya. Perlu peninjauan kembali mengenai cara kerja seorang apoteker di
lapangan agar masyarakat awam pun merasa aman untuk mengonsumsi obat-obatan
yang beredar. Salah satu poin dari nine
stars pharmacist, yaitu care giver
(seorang farmasi harus memiliki sikap peduli dan berinteraksi dengan pasien) perlu dipahami dan diterapkan dengan
sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas fungsional serta perlunya sosialisasi
kepada masyarakat awam mengenai cara pemakaian obat yang tepat agar tidak
terjadi penyalahgunaan dosis. Penegasan kepada para pengecer obat pun dirasa
perlu diterapkan agar tidak terjadi penyalahgunaan zat tertentu yang terkandung
di dalam obat tersebut. Sebagai contoh kecil penyalahgunaan zat yang sekarang
sedang marak adalah penyalahgunaan dextromentorphan HBr yang terkandung dalam
beberapa jenis obat paten maupun generik yang dijual bebas di pasaran.
Oleh Ayu Sintya Dewi Universitas Pakuan